salju

Sabtu, 12 Mei 2012

Teori Kekuasaan Menurut Nicollo Machiavelli


Sebagaimana telah dicatat sebelumnya, teori politik kekuasaan Niccolo
Machiavelli dapat dilihat sebagai penanda transisi dari dunia kuno ke modern
yang sangat kontroversi. Melalui karyanya yang berjudul The Prince tahun 1513,
ia sering dituduh “gurunya kejahatan” karena nasihat-nasihatnya yang amoral
seandainya bukan immoral. Meskipun karya-karyanya akhir-akhir ini
diinterpretasikan agak bersimpati, di belakang daya tarik ‘buah terlarang yang
lezat’ bagaimanapun para ahli telah menemukan kontribusi-kontribusi signifikan
lain dalam karya Machiavelli tersebut. Dengan menawarkan sebuah analisis
empiris yang rasional tentang negara dan politik modern, tulisan-tulisannya
meskipun muncul dalam bentuk ujaran-ujaran praktis, dipandang sebagai sebuah
kunci pembuka dari ilmu politik kontemporer.
Machiavelli dilahirkan pada tahun 1469 di kota Florence (Italia
Sekarang). Ia menghabiskan karir masa mudanya sebagai seorang diplomat dan
administrator di kota Florence, meskipun ia tidak pernah menjadi duta besar, ia
menjalankan misi diplomatik dan menjadi cukup ahli dalam urusan-urusan militer.
Ketika Republik Florentine jatuh digantikan oleh keluarga Medici pada tahun
1512, Machiaveli dipaksa keluar dari posisinya dan mulai menjalani studi
seumur hidup dalam bidang sejarah dan politik. Dalam pikiran-pikirannya
Machivelli percaya bahwa rezim-rezim masuk ke dalam dua tipe, yaitu
kepangeranan atau principality dan republik. Dalam buku The Prince, ia
memberikan nasihat tentang bagaimana mendapatkan dan mempertahankan
sebuah kepangeranan. Adapun isi dari teori Machiavelli (Skinner, 1988: 4)
tersebut:
a. Untuk melakukannya seorang penguasa yang bijak hendaknya mengikuti jalur
yang dikedepankan berdasarkan kebutuhan, kejayaan, dan kebaikan negara.
Hanya dengan memadukan machismo ? semangat keprajuritan, dan
pertimbangan politik, seseorang penguasa barulah dapat memenuhi
kewajibannya kepada negara dan mencapai kebadian sejarah.
b. Penguasa bijak hendaknya memiliki hal-hal:
1. Sebuah kemampuan untuk menjadi baik sekaligus buruk, baik dicintai
maupun ditakuti;
2. Watak-watak seperti ketegasan, kekejaman, kemandirian, disiplin, dan
kontrol diri;
3. Sebuah reputasi menyangkut kemurahan hati, pengampunan, dapat
dipercaya, dan tulus.
c. Seorang pangeran harus berani untuk melakukan apapun yang diperlukan,
betapapun tampak tercela karena rakyat pada akhirnya hanya peduli dengan
hasilnya ? yaitu dengan kebaikan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar